Mesin Cetak Oeang Republik Indonesia Tapanuli (ORITA)Mesin Cetak Oeang Republik Indonesia Tapanuli (ORITA)
Percetakan Philemon Bin Harun Siregar
Pemilik mesin cetak uang tapanuli generasi pertama adalah Arun (bukan Harun) siregar, kedua Philemon Bin Harun dan Bistok merupakan generasi yang ke empat. Pada awalnya pemerintah RI mencetak uang ORI di yogyakarta, namun karena ORI yang di terima di sumatera utara tidak mencukupi kemudian Gubernur Sumatera Utara mencetak mata uang khusus untuk sumatera yaitu Oeang Republik Indonesia Poelau Soematera (ORIPS). Tetapi itu pun belum memadai karena setiap Daerah Keresidenan harus membiayai segala keperluannya sendiri. Sejak itu beberapa Daerah lainnya mendesak agar diizinkan untuk mencetak mata uangnya sendiri termasuk Tapanuli. Gubernur setuju dan memberikan hak kuasa kepada residen Tapanuli untuk mencetak uang sendiri yang berlaku sah untuk daerah tapanuli saja. Uang itu disebut Oeang republik Indonesia Tapanuli(ORITA).
Residen Dr. Ferdinan Lumban Tobing Meminta Bistok untuk mencetak uang bagi keperluan perekonomian di Tapanuli saat itu. Bistok yang saat itu menjadi Komandan Brigade Pasukan Ksatria dan sama sekali tidak tertarik akan bidang usaha percetakan. Akan tetapi sebagai pewaris sekaligus pemilik percetakan yang diwariskan kepadanya, akhirnya menyetujui permintaan residen tersebut. ORITA keluar dengan pecahan Rp.5,- hingga Rp 200. Pencetakan pertama berlangsung di siboga dengan penjagaan ketat dari polisi. Kertas yang digunakan untuk mencetak adalah kertas HVS dengan menggunakan empat mesin cetak. Sehingga ORITA hanya berupa uang kertas saja. Semua uang yang di cetak di tanda tangani terlebih dahulu sebelum diedarkan.
Berhubung kota sibolga lama kelamaan sudah tidak aman, maka di putuskan untuk memindahkan percetakan itu ke Desa Sitahuis. Sitahuis berjarak 21 km dari Sibolga yang merupakan kota cadangan ibu kota Tapanuli. Namun pada Agresi Militer Belanda II tiba di Sitahuis, percetakan belum sempat di pindahkan, percetakan pun disegel oleh Belanda dan tidak boleh dibuka dan dijaga polisi dengan ancaman akan di tembak jika barang- barang tersebut hilang. Akan tetapi pada malam harinya, pemuda pemuda PRS (Pertahanan Rakyat Semesta) Aek Sitahuis dan Aek Raisan membongkar segel tersebut dan semua barang- barang Pemerintah Keresidenan di angkut ke pedalaman. Kemudian mesin tersebut ditempatkan di tempat rahasia. Percetakan itu pun kembali lagi mencetak ORITA hingga akhirnya pada tanggal 1 januari 1950 segala uang ORI, ORIDA juga ORITA di tarik dari peredaran diganti dengan uang feredal yang dikeluarkan oleh De Javansche Bank .
Percetakan Philemon Bin Harun Siregar
Pemilik mesin cetak uang tapanuli generasi pertama adalah Arun (bukan Harun) siregar, kedua Philemon Bin Harun dan Bistok merupakan generasi yang ke empat. Pada awalnya pemerintah RI mencetak uang ORI di yogyakarta, namun karena ORI yang di terima di sumatera utara tidak mencukupi kemudian Gubernur Sumatera Utara mencetak mata uang khusus untuk sumatera yaitu Oeang Republik Indonesia Poelau Soematera (ORIPS). Tetapi itu pun belum memadai karena setiap Daerah Keresidenan harus membiayai segala keperluannya sendiri. Sejak itu beberapa Daerah lainnya mendesak agar diizinkan untuk mencetak mata uangnya sendiri termasuk Tapanuli. Gubernur setuju dan memberikan hak kuasa kepada residen Tapanuli untuk mencetak uang sendiri yang berlaku sah untuk daerah tapanuli saja. Uang itu disebut Oeang republik Indonesia Tapanuli(ORITA).
Residen Dr. Ferdinan Lumban Tobing Meminta Bistok untuk mencetak uang bagi keperluan perekonomian di Tapanuli saat itu. Bistok yang saat itu menjadi Komandan Brigade Pasukan Ksatria dan sama sekali tidak tertarik akan bidang usaha percetakan. Akan tetapi sebagai pewaris sekaligus pemilik percetakan yang diwariskan kepadanya, akhirnya menyetujui permintaan residen tersebut. ORITA keluar dengan pecahan Rp.5,- hingga Rp 200. Pencetakan pertama berlangsung di siboga dengan penjagaan ketat dari polisi. Kertas yang digunakan untuk mencetak adalah kertas HVS dengan menggunakan empat mesin cetak. Sehingga ORITA hanya berupa uang kertas saja. Semua uang yang di cetak di tanda tangani terlebih dahulu sebelum diedarkan.
Berhubung kota sibolga lama kelamaan sudah tidak aman, maka di putuskan untuk memindahkan percetakan itu ke Desa Sitahuis. Sitahuis berjarak 21 km dari Sibolga yang merupakan kota cadangan ibu kota Tapanuli. Namun pada Agresi Militer Belanda II tiba di Sitahuis, percetakan belum sempat di pindahkan, percetakan pun disegel oleh Belanda dan tidak boleh dibuka dan dijaga polisi dengan ancaman akan di tembak jika barang- barang tersebut hilang. Akan tetapi pada malam harinya, pemuda pemuda PRS (Pertahanan Rakyat Semesta) Aek Sitahuis dan Aek Raisan membongkar segel tersebut dan semua barang- barang Pemerintah Keresidenan di angkut ke pedalaman. Kemudian mesin tersebut ditempatkan di tempat rahasia. Percetakan itu pun kembali lagi mencetak ORITA hingga akhirnya pada tanggal 1 januari 1950 segala uang ORI, ORIDA juga ORITA di tarik dari peredaran diganti dengan uang feredal yang dikeluarkan oleh De Javansche Bank .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar